Pengamat politik Rocky Gerung kembali menyoroti mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam sebuah diskusi, ia melontarkan kritik tajam, bahkan menyinggung kondisi psikologis Jokowi terkait ambisi kekuasaannya.
Rocky menilai langkah-langkah Jokowi pasca-jabatan mengindikasikan ketakutan kehilangan kendali, bukan sekadar kecanduan kekuasaan. Pernyataan ini memicu perdebatan publik dan menambah dinamika politik nasional.
Kritik Rocky Gerung terhadap Jokowi: Politik Harapan vs Politik Dendam
Rocky Gerung menyerukan perubahan arah politik Indonesia dari “politik dendam” menuju “politik harapan”.
Ia menilai hal tersebut sulit terwujud jika elite, khususnya Jokowi, terus memperkuat dominasi politik pasca-masa jabatannya.
Menurutnya, Jokowi seharusnya meneladani Soeharto yang mundur dan membiarkan proses hukum berjalan, alih-alih terus membangun jaringan politik baru.
Manuver Politik Jokowi: Indikasi Ketakutan Kehilangan Kekuasaan?
Rocky mencontohkan manuver politik Jokowi seperti upaya menguasai partai-partai dan wacana menjadi Ketua Umum PSI sebagai bukti keengganan Jokowi melepaskan kekuasaan.
Ia mempertanyakan kontradiksi antara pernyataan Jokowi yang ingin menjadi “pertapa politik” dengan tindakannya yang terlihat masih sangat aktif di kancah politik.
Pertanyaan ini semakin memperkuat argumen Rocky tentang ambisi Jokowi yang tak kunjung padam.
Analisis Psikologis Rocky Gerung
Rocky Gerung menganalisis tindakan Jokowi bukan hanya sebagai kecanduan kekuasaan, tetapi juga indikasi gangguan kejiwaan.
Menurutnya, ketakutan kehilangan kekuasaan menjadi faktor utama di balik langkah-langkah Jokowi tersebut.
Ia menggambarkan Jokowi sebagai sosok yang tampak sederhana namun menyimpan ambisi besar untuk mempertahankan kendali.
Rocky menggambarkan sosok Jokowi yang tampak sederhana di luar, namun menyimpan ambisi besar dalam dirinya.
Ambisi ini, menurut Rocky, mendorong Jokowi untuk melakukan berbagai manuver politik demi mempertahankan kekuasaannya.
Hal ini menunjukkan ketakutan mendalam Jokowi terhadap kehilangan kendali atas peta politik nasional.
Perbandingan dengan Soeharto dan Implikasi Politik
Rocky membandingkan sikap Jokowi dengan Soeharto yang memilih mundur di tengah tekanan reformasi.
Soeharto kemudian menjalani proses hukum meskipun akhirnya meninggal dunia.
Sebaliknya, Jokowi, menurut Rocky, masih berupaya mempertahankan pengaruhnya dengan berbagai cara.
Perbandingan ini menunjukkan perbedaan signifikan dalam sikap kepemimpinan menghadapi tekanan dan pergantian kekuasaan.
Perbedaan ini memunculkan pertanyaan mengenai etika kepemimpinan dan transisi kekuasaan yang ideal dalam konteks demokrasi Indonesia.
Kritik Rocky Gerung terhadap Jokowi menimbulkan perdebatan luas di masyarakat. Pernyataan tentang “gangguan kejiwaan” tentu kontroversial dan memerlukan analisis lebih mendalam.
Namun, pernyataan tersebut juga menyoroti pentingnya refleksi mengenai perilaku elite politik dan dinamika transisi kekuasaan di Indonesia.
Perlu kajian lebih lanjut untuk memastikan apakah ambisi Jokowi memang telah melampaui batas kewajaran, dan bagaimana hal ini akan mempengaruhi stabilitas politik ke depannya.












