Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menunjukkan kepedulian besar terhadap pembinaan karakter dan pendidikan anak-anak di Jawa Barat. Beliau berkomitmen untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih baik dan merata bagi seluruh siswa, tanpa terkecuali.
Salah satu langkah konkrit yang diambil adalah kebijakan tegas terkait pungutan di sekolah negeri tingkat SMA/SMK sederajat. Gubernur Dedi Mulyadi secara terang-terangan menyatakan bahwa pungutan di sekolah negeri tidak akan ditolerir. Kepala sekolah yang terbukti melakukan pungutan akan langsung diberhentikan.
Contoh nyata dari komitmen ini adalah pemecatan kepala SMA di Bekasi yang terbukti melakukan pungutan. Langkah ini menegaskan bahwa akses pendidikan bagi anak dari keluarga kurang mampu harus dijamin dan diprioritaskan.
Kebijakan Pendidikan Inklusif dan Merata
Gubernur Dedi Mulyadi menekankan bahwa tanggung jawab pendidikan tidak hanya berhenti di sekolah negeri. Pendidikan di sekolah swasta bagi anak-anak dari keluarga miskin pun tetap menjadi perhatian pemerintah daerah.
Selain itu, beliau juga mendorong peran aktif orang tua dalam mendidik anak. Beliau prihatin melihat banyaknya uang subsidi pendidikan yang jumlahnya triliunan rupiah, namun hasilnya tidak optimal. Hal ini disebabkan kurangnya pengawasan dan partisipasi orang tua dalam proses pendidikan anak.
Beliau memberikan contoh, pemberian uang jajan yang berlebihan justru dapat membuat anak manja dan kurang menghargai nilai pendidikan gratis yang telah diberikan negara. Lebih baik, fokus pada nilai-nilai pendidikan karakter dan tanggung jawab pribadi.
Program Bekal dari Rumah dan Transportasi Ramah Lingkungan
Sebelum program Makan Bergizi Gratis (MBG) berlaku sepenuhnya, semua siswa diwajibkan membawa bekal dari rumah. Hal ini bertujuan untuk menanamkan kebiasaan hidup sederhana dan menghargai makanan. Selain itu, kebiasaan membawa bekal juga mengajarkan anak kemandirian dan tanggung jawab.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan siswa, Gubernur juga menganjurkan siswa untuk berjalan kaki atau bersepeda ke sekolah. Penggunaan sepeda motor bagi siswa yang belum berusia 17 tahun sangat tidak disarankan. Hal ini guna mengurangi resiko kecelakaan dan mencegah kenakalan remaja.
Beliau menjelaskan bahwa berkendara sepeda motor setelah sekolah seringkali berujung pada aktivitas negatif seperti keluyuran, bergabung dengan geng motor, dan terlibat perkelahian. Ini tentu akan merepotkan orang tua dan dapat berakibat fatal bagi siswa.
Pentingnya Peran Orang Tua dan Konsep PR yang Berbeda
Masalah kenakalan remaja yang seringkali terjadi pada anak dari keluarga kurang mampu, juga menjadi perhatian serius Gubernur. Oleh karena itu, peran orang tua dalam mendidik anak sangatlah penting. Pendidikan karakter dan nilai-nilai moral harus ditanamkan sejak dini di lingkungan keluarga.
Gubernur Dedi Mulyadi juga menyoroti konsep pekerjaan rumah (PR) di sekolah. Beliau berpendapat bahwa PR tidak hanya berupa tugas akademis, tetapi juga mencakup kegiatan yang dapat menumbuhkan kemandirian dan tanggung jawab siswa.
Sebagai contoh, beliau mencontohkan kegiatan seperti mencuci piring, mengepel lantai, dan menyetrika sebagai bagian dari PR yang dapat dinilai oleh guru. Hal ini diharapkan dapat melatih siswa untuk mandiri dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas di rumah.
Kesimpulan
Program dan kebijakan yang diterapkan Gubernur Dedi Mulyadi menunjukan komitmen yang kuat terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan karakter anak-anak Jawa Barat. Dengan pendekatan holistik yang melibatkan sekolah, orang tua, dan lingkungan sekitar, diharapkan generasi muda Jawa Barat dapat tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter, mandiri, dan bertanggung jawab.
Program ini juga menunjukkan bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Dengan kerjasama yang baik, diharapkan tercipta generasi muda yang lebih baik di masa depan.