Kisah emosional sekaligus menarik datang dari dunia otomotif Indonesia. Sebuah Toyota Kijang LGX tahun 1997 berwarna pink, milik Yossie Yogaswara, kembali ke pelukan pemilik pertamanya setelah 14 tahun berpindah tangan. Kijang Pink, julukan mobil tersebut, bukan sekadar kendaraan, tetapi juga saksi bisu perjalanan hidup Yossie yang penuh warna.
Kepopuleran Kijang Pink di kalangan pecinta modifikasi tak perlu diragukan lagi. Warna pink xiralic yang mencolok dan tampilannya yang bersih menjadi ciri khasnya. Mobil ini pertama kali dicat ulang dengan warna tersebut pada tahun 2009, sebuah keputusan yang mencerminkan kepribadian Yossie yang berani dan ekspresif. Sayangnya, karena tekanan ekonomi, Yossie terpaksa menjual Kijang kesayangannya pada tahun 2011.
Perpisahan dan Pencarian Panjang
Sebelum menjual mobilnya, Yossie sempat berpesan kepada pembeli agar tidak menjual Kijang Pink kepada orang lain. Namun, takdir berkata lain. Mobil tersebut berpindah tangan beberapa kali, menghilang dari pandangan Yossie selama bertahun-tahun. Perasaan kehilangan dan kerinduan terhadap mobil tersebut terus menghantui Yossie.
Kemudian, sebuah pencarian iseng di media sosial dengan tagar #KijangPink membuahkan hasil. Yossie menemukan unggahan seorang pemilik Kijang Pink di Solo, yang ternyata telah menjualnya ke Yogyakarta. Inilah titik balik cerita, sebuah petunjuk yang mengarah pada reuni yang ditunggu-tunggu.
Reuni yang Mengharukan
Pada awal Januari 2025, setelah lebih dari satu dekade, Yossie akhirnya berhasil menemukan dan membeli kembali Kijang Pink. Mobil tersebut kembali ke pelukan pemilik aslinya, membawa serta kenangan dan emosi yang terpendam selama bertahun-tahun. “Mobil ini bukan sekadar kendaraan, tapi bagian dari hidup saya,” ungkap Yossie, menggambarkan ikatan emosional yang kuat antara dirinya dan Kijang Pink.
Setelah kembali ke tangan Yossie, Kijang Pink mendapatkan sentuhan restorasi dan modifikasi. Namun, kali ini bukan sekadar modifikasi untuk pamer, melainkan untuk menciptakan kenyamanan dan mengembalikan kenangan. Konsep restorasi yang diusung adalah elegan namun tetap fungsional, memadukan nuansa klasik dengan teknologi modern.
Modifikasi Elegan dan Fungsional
Interior yang Lebih Modern
Salah satu perubahan mencolok terlihat pada atap. Sunroof Webasto yang lama digantikan dengan panoramic roof milik Wuling Almaz, memberikan kesan modern dan mewah. Velg juga diganti dengan Brabus Monoblock 3 ring 18 inci yang dibalut ban profil tipis, menghasilkan tampilan yang lebih ceper dan agresif.
Di dalam kabin, kesan modern begitu terasa. Sebuah layar Android TV 10 inci menghiasi dasbor, dilengkapi dengan kamera depan dan belakang yang terhubung ke spion tengah. Sistem audio juga ditingkatkan dengan penambahan dua subwoofer Fusion 12 inci, power monoblock, dan sistem tweeter khusus, menghasilkan kualitas suara yang optimal. Semua modifikasi ini bukan hanya soal estetika, tetapi juga demi kenyamanan berkendara.
Eksterior yang Menawan
Selain itu, spion besar khas Kijang diganti dengan spion milik Honda Jazz i-DSI, dan ditambah lampu sein samping BMW. Perubahan ini memberikan kesan lebih modern dan sporty pada tampilan samping Kijang Pink. Kombinasi antara sentuhan modern dan desain klasik Kijang LGX berhasil menciptakan tampilan yang unik dan menawan.
Kisah Kijang Pink milik Yossie merupakan contoh nyata tentang lebih dari sekadar modifikasi mobil. Ini adalah kisah tentang cinta, perjuangan, dan perjalanan hidup yang dijalin erat dengan sebuah kendaraan bersejarah. Dalam dunia otomotif, kadang-kadang mobil yang paling berharga bukanlah yang termahal, melainkan yang memiliki cerita dan kenangan yang tak ternilai harganya. Mobil ini menjadi bukti kuat bahwa sebuah kendaraan dapat menjadi lebih dari sekadar alat transportasi, tetapi juga bagian integral dari kehidupan seseorang.
Yossie, yang juga aktif dalam komunitas pecinta Kijang, mengungkapkan bahwa proyek restorasi ini bukan hanya tentang mengembalikan tampilan Kijang Pink, melainkan juga tentang membangun kembali kenangan dan menciptakan pengalaman berkendara yang lebih nyaman dan personal. Ini juga menegaskan bahwa nilai sentimental sebuah mobil klasik bisa jauh melebihi nilai jualnya di pasar.
Sebagai penutup, kisah Kijang Pink ini menginspirasi kita untuk menghargai nilai sentimental benda-benda berharga yang kita miliki, terutama yang menyimpan banyak kenangan berharga. Ini menjadi pengingat bahwa hubungan emosional dengan suatu objek bisa jauh lebih berarti daripada nilai materiilnya. Dan terkadang, perjalanan pencarian sesuatu yang hilang bisa lebih berharga daripada kepemilikannya sendiri.