Krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk, ditandai dengan kisruh distribusi bantuan yang semakin memanas. Organisasi Gaza Humanitarian Foundation (GHF), yang didukung AS dan Israel, secara tiba-tiba menghentikan penyaluran makanan pada Sabtu, 7 Juni 2025, dengan alasan menerima ancaman dari Hamas. Namun, Hamas membantah keras tuduhan tersebut.
GHF, yang menggunakan jasa keamanan dan logistik swasta AS, menyatakan sedang menyesuaikan operasi karena ancaman yang tidak dijelaskan secara spesifik. Mereka mengumumkan melalui Facebook bahwa dua titik distribusi akan dibuka kembali pada Minggu. Ketidakjelasan pernyataan GHF menimbulkan kecurigaan dan semakin memperkeruh situasi.
Juru bicara Hamas menegaskan ketidaktahuan mereka tentang ancaman yang disebutkan GHF. Pemerintah Gaza bahkan menyebut operasi GHF sebagai kegagalan total, dan menyatakan kesiapan Hamas untuk menjamin distribusi bantuan yang dikoordinasikan PBB. Hamas menyerukan rakyat Palestina untuk melindungi konvoi bantuan.
Tuduhan Pencurian Bantuan dan Respon Hamas
Israel dan AS sebelumnya menuduh Hamas mencuri bantuan dari jalur distribusi PBB, tuduhan yang kembali dibantah oleh kelompok tersebut. Sebagai langkah antisipasi penjarahan oleh kelompok bersenjata atau warga kelaparan, sayap militer Hamas dikabarkan akan menurunkan pasukan penembak jitu untuk mengamankan jalur distribusi PBB.
PBB belum memberikan komentar resmi terkait rencana tersebut. Meskipun Israel telah mengizinkan operasi bantuan PBB dilanjutkan sejak 19 Mei setelah blokade 11 minggu, bantuan yang masuk tetap dianggap sangat minim dibandingkan kebutuhan 2,3 juta penduduk Gaza yang menghadapi ancaman kelaparan.
Kegagalan Distribusi GHF dan Korban Jiwa
GHF, yang baru beroperasi sejak 26 Mei, mengklaim telah menyalurkan hampir 9 juta porsi makanan. Namun, laporan warga menyebutkan kekacauan dan kekerasan di lokasi distribusi GHF. Antrean yang tidak terkendali dan pengamanan minim mengakibatkan puluhan warga sipil tewas antara Minggu hingga Selasa, menurut otoritas kesehatan Gaza.
Israel menyatakan sedang menyelidiki insiden pada Senin dan Selasa, tetapi membantah bertanggung jawab atas tragedi hari Minggu. Situasi semakin kritis dengan cadangan bahan bakar rumah sakit Gaza yang hanya cukup untuk tiga hari. Israel diduga menolak akses lembaga bantuan internasional ke penyimpanan BBM medis.
Distribusi Bantuan Tersendat dan Negosiasi Gencatan Senjata
GHF menghentikan distribusi pada Rabu karena alasan keamanan sipil, dan kembali menunda penyaluran pada Jumat karena kerumunan yang berlebihan. Militer Israel mengklaim telah mengizinkan masuknya 350 truk bantuan PBB dan lembaga bantuan lainnya melalui perlintasan Kerem Shalom sepanjang pekan, namun distribusi tetap terhambat.
Israel memaksa PBB menurunkan bantuan di sisi Palestina, yang kemudian harus diambil sendiri oleh PBB dan mitra lokal. PBB menuduh Israel sering menolak akses dan menyatakan konvoi bantuan mereka sering dijarah oleh orang bersenjata dan warga yang putus asa. Operasi militer Israel di Gaza terus meluas, sementara negosiasi gencatan senjata yang dimediasi AS, Qatar, dan Mesir belum membuahkan hasil.
Korban Tewas dan Temuan Terowongan Hamas
Pada Sabtu, 55 warga Gaza kembali tewas akibat serangan udara Israel. Israel juga mengklaim menemukan jalur terowongan bawah tanah yang digunakan komandan senior Hamas di bawah kompleks Rumah Sakit Eropa Gaza selatan, menambah daftar panjang tuduhan bahwa Hamas menyembunyikan infrastruktur militer di area sipil.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengumumkan penemuan jenazah Nattapong Pinta, pekerja pertanian asal Thailand yang disandera sejak serangan Hamas 7 Oktober 2023. Jenazah ditemukan di Rafah dan sebelumnya ditahan oleh kelompok Mujahedeen Brigades. Serangan 7 Oktober menewaskan 1.200 orang di Israel dan menculik 251 sandera, memicu perang besar-besaran yang telah merenggut lebih dari 54.000 nyawa warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Analisis Situasi dan Peran Pihak Berkaitan
Situasi di Gaza sangat kompleks dan membutuhkan analisis yang menyeluruh. Peran GHF yang kontroversial, tuduhan dari berbagai pihak, dan hambatan akses bantuan kemanusiaan membutuhkan penyelidikan independen dan transparan. Ketidakpercayaan antara berbagai pihak—Hamas, Israel, dan PBB—membuat jalan keluar dari krisis ini menjadi semakin sulit.
Perlu ditekankan bahwa penyelesaian krisis kemanusiaan di Gaza memerlukan akses bantuan kemanusiaan yang tidak terhambat, penghentian kekerasan, dan negosiasi gencatan senjata yang efektif dan berkelanjutan. Komunitas internasional harus memainkan peran yang lebih aktif dalam menjamin perlindungan warga sipil dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan di Gaza.
Krisis ini juga menyoroti perlunya mekanisme distribusi bantuan yang lebih efisien dan transparan, yang melibatkan kerja sama semua pihak yang terlibat, termasuk pemerintah lokal, organisasi bantuan internasional, dan pihak-pihak yang bertikai, dengan prioritas utama keselamatan dan kesejahteraan warga sipil.