Tradisi menghitung hari kematian masih dipegang teguh oleh masyarakat Jawa Muslim. Peringatan ini dilakukan secara bertahap, dimulai dari 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, hingga puncaknya pada hari ke-1000 (Nyewu).
Setiap tahapan memiliki makna dan ritual tersendiri. Biasanya ditandai dengan doa bersama, selamatan, dan berkumpulnya keluarga serta kerabat. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya penghormatan dan pengingat akan orang yang telah berpulang.
Uniknya, penentuan tanggal peringatan ini tidak sembarangan. Masyarakat Jawa menggunakan perhitungan berdasarkan hari dan pasaran Jawa (Pon, Wage, Kliwon, Legi/Manis, Pahing), sehingga terdapat rumus tradisional untuk menentukannya.
Rumus Tradisional Perhitungan Hari Kematian
Rumus ini mengacu pada tujuh hari dalam seminggu dan lima pasaran Jawa. Perhitungan ini bukan hanya sekadar hitungan kalender, tetapi juga mengandung nilai filosofis dan spiritual yang dalam bagi masyarakat Jawa.
Sebagai contoh, jika seseorang meninggal pada Jumat Manis, perhitungan 100 hari (Naro Sarma/Noro Sarmo) dilakukan dengan mencari hari kedua dan pasaran kelima setelah Jumat Manis. Misalnya, jika Jumat Manis jatuh di bulan Mulud, maka 100 hari jatuh pada Sabtu Kliwon di bulan Mulud juga.
Peringatan 100 Hari (Naro Sarma / Noro Sarmo)
Menentukan peringatan 100 hari kematian memerlukan pemahaman akan siklus hari dan pasaran Jawa. Rumus ini mengharuskan kita untuk menghitung mundur atau maju dari hari kematian berdasarkan hari dan pasaran yang telah ditentukan. Penting untuk memastikan akurasi perhitungan untuk menghargai momen berharga ini.
Mendak Pisan (Setahun Pertama) – Napat Sarpat / Nopat Sarpat
Perhitungan setahun pertama (Mendak Pisan) biasanya dilakukan dengan cara yang berbeda dari perhitungan 100 hari. Biasanya menggunakan hitungan hari keempat dan pasaran keempat dari hari kematian. Ini juga menunjukkan kompleksitas dan kedalaman filosofi yang terkandung dalam tradisi ini.
Mendak Pindo (Setahun Kedua) – Najeg Sarjeg
Peringatan setahun kedua (Mendak Pindo) seringkali memiliki perhitungan yang lebih sederhana dibandingkan dengan perhitungan sebelumnya. Seringkali hari dan pasarannya sama dengan hari kematian.
Nyewu (1000 Hari) – Siduro Nanem Sarma
Perhitungan Nyewu (1000 hari) merupakan peringatan paling puncak dan memiliki perhitungan yang lebih rumit. Perhitungan ini melibatkan pergeseran bulan dan penentuan hari keenam dan pasaran kelima dari hari kematian. Hal ini menunjukkan pentingnya penghormatan terhadap almarhum sampai 1000 hari setelah kematiannya.
Pentingnya Melestarikan Tradisi
Tradisi menghitung hari kematian ini bukan sekadar tradisi, tetapi juga cerminan kearifan lokal Jawa yang sarat makna spiritual. Masyarakat menjaga tradisi ini untuk mempererat hubungan antar anggota keluarga dan warga sekitar. Kegiatan doa bersama pada setiap peringatan juga menjadi sarana untuk mengingat dan mendoakan almarhum.
Melestarikan tradisi ini merupakan wujud penghormatan terhadap leluhur dan nilai-nilai budaya yang diwariskan. Dengan memahami rumus dan makna di baliknya, kita dapat lebih menghargai proses kehidupan dan kematian dalam perspektif budaya Jawa.
Selain perhitungan hari dan pasaran, setiap peringatan juga seringkali diiringi dengan ritual dan makanan tradisional tertentu. Hal ini menambah kekayaan budaya dan keunikan tradisi ini.
Sebagai penutup, perlu ditekankan pentingnya menjaga dan melestarikan tradisi ini agar tidak hilang ditelan zaman. Tradisi ini bukan hanya milik orang Jawa, tetapi juga bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang perlu dijaga kelangsungannya.