Anggota DPR RI menyoroti rendahnya kemampuan baca tulis siswa SMP di sejumlah daerah. Ketua DPR Puan Maharani pun mengkritik sistem pendidikan nasional yang dinilai gagal mencetak generasi literasi.
Temuan ini diungkap oleh Anggota Komisi X DPR, Furtasan Ali Yusuf, berdasarkan kunjungan lapangannya. Ia menemukan banyak siswa kelas 1 dan 2 SMP yang belum mampu membaca dengan lancar.
Sistem Pendidikan Nasional Dikritik: Fondasi Literasi yang Lemah
Puan Maharani, Ketua DPR RI, menyatakan keprihatinannya atas temuan tersebut. Ia menekankan pentingnya literasi sebagai fondasi pembangunan sumber daya manusia unggul menuju Indonesia Emas 2045.
Menurutnya, mengangkat siswa ke kelas selanjutnya tanpa kemampuan membaca yang memadai akan menghambat cita-cita tersebut. Sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan terintegrasi dengan pembangunan nasional sangat dibutuhkan.
Puan juga menyoroti pendekatan pendidikan yang terlalu fokus pada capaian angka, bukan kualitas pemahaman siswa. Pendidikan, katanya, harus lebih dari sekadar angka-angka.
Rendahnya Kemampuan Baca Tulis Siswa SMP: Fakta Lapangan vs Data Nasional
Anggota Komisi X DPR, Furtasan Ali Yusuf, mengungkapkan fakta di lapangan yang berbeda dengan data capaian nasional. Data nasional menunjukkan tingkat literasi 68 persen dan numerasi 66 persen.
Namun, berdasarkan pengamatan langsung di beberapa daerah, terutama di Serang dan Kabupaten Serang, Furtasan menemukan banyak siswa SMP yang kesulitan membaca dan menulis, bahkan kalimat sederhana seperti “Indonesia Raya”.
Ia mencontohkan tes sederhana yang dilakukannya di kelas, meminta siswa menulis kalimat-kalimat patriotik. Hasilnya menunjukkan banyak siswa kesulitan dalam mengerjakannya.
Kurikulum dan Solusi untuk Perbaikan Literasi Siswa
Furtasan Ali Yusuf menilai kurikulum yang diterapkan menjadi salah satu penyebab lemahnya literasi siswa. Kurikulum tersebut memungkinkan siswa naik kelas meskipun belum mampu membaca dan menulis dengan lancar.
Ia menyoroti perlunya perbaikan sistem pendidikan untuk memastikan kemampuan dasar siswa terpenuhi sebelum naik ke jenjang berikutnya. Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan pemangku kebijakan pendidikan.
DPR mendorong pengembangan sistem pemantauan literasi dan numerasi yang melibatkan guru, orangtua, dan komunitas sekolah. Pendampingan yang terarah dianggap krusial untuk membantu siswa.
Pentingnya kemampuan literasi dan numerasi sebagai dasar pembentukan generasi unggul juga ditekankan. Kesulitan membaca akan menghambat pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan.
Baik Puan Maharani maupun Furtasan Ali Yusuf sepakat bahwa permasalahan ini perlu segera ditangani agar cita-cita Indonesia Emas 2045 dapat terwujud. Tanpa pondasi literasi yang kuat, potensi generasi muda akan terhambat.
Perbaikan sistem pendidikan, pengawasan yang ketat, serta kerjasama antara berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini. Harapannya, setiap anak Indonesia memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensinya secara maksimal.