Nissan, raksasa otomotif Jepang, tengah menghadapi badai besar. Prediksi kerugian tahunan mencapai US$5 miliar (Rp82,5 triliun) menjadi pukulan telak bagi perusahaan berlambang matahari terbit ini.
Untuk mengurangi beban keuangan, Nissan dikabarkan akan melakukan PHK terhadap 10.000 karyawan secara global. Langkah ini menambah jumlah PHK sebelumnya yang mencapai 9.000 posisi pada November tahun lalu, sehingga total PHK mencapai 15% dari total karyawan Nissan.
Meskipun Nissan belum memberikan konfirmasi resmi, laporan dari NHK dan Nikkei telah menyoroti rencana PHK tersebut. Keheningan Nissan terkait hal ini semakin menambah kekhawatiran publik dan investor.
Faktor Penyebab Krisis Nissan
Beberapa faktor berkontribusi terhadap krisis yang dialami Nissan. Persaingan yang ketat di pasar kendaraan listrik, khususnya di Tiongkok, menjadi salah satu tantangan utama. Produsen lokal Tiongkok semakin mendominasi pasar, menyulitkan Nissan untuk bersaing.
Kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump juga memperburuk keadaan. Tarif impor sebesar 25% untuk semua kendaraan dari luar negeri membuat Nissan kesulitan bersaing harga dengan kompetitornya.
Kegagalan negosiasi merger dengan Honda pada Februari lalu juga menambah beban Nissan. Proposal yang diajukan Honda dinilai kurang menguntungkan bagi Nissan, sehingga rencana merger tersebut batal.
Beban Utang dan Pembatalan Investasi
Nissan juga terbebani oleh utang yang sangat besar. Lembaga pemeringkat Moody’s bahkan menurunkan peringkat utang Nissan ke level “junk”, atau tidak layak investasi. Profitabilitas yang lemah dan portofolio model kendaraan yang kurang menarik menjadi penyebabnya.
Awal bulan ini, Nissan membatalkan rencana pembangunan pabrik baterai senilai US$1 miliar di Jepang selatan. Keputusan ini diambil karena kondisi pasar yang dianggap tidak kondusif untuk investasi jangka panjang.
Kinerja Keuangan yang Buruk
Kerugian bersih Nissan untuk tahun fiskal 2024-2025 diperkirakan mencapai 700 hingga 750 miliar yen. Angka ini jauh melampaui rekor kerugian sebelumnya pada tahun fiskal 1999-2000, saat krisis finansial melanda Jepang.
Sejak saat itu, Nissan terus menghadapi berbagai masalah, termasuk skandal yang melibatkan mantan bos karismatiknya, Carlos Ghosn. Meskipun telah mengganti CEO pada Maret lalu, performa saham Nissan terus merosot, anjlok hampir 40% dalam setahun terakhir.
Strategi Masa Depan Nissan
Analis menilai Nissan membutuhkan solusi jangka panjang untuk mengatasi krisis ini. Hanya mengandalkan efisiensi internal dan pemangkasan biaya tidaklah cukup. Bantuan eksternal, seperti kemitraan strategis dengan perusahaan lain, mungkin menjadi kunci keberhasilan Nissan.
Salah satu kandidat potensial adalah Hon Hai (Foxconn), perusahaan teknologi asal Taiwan yang juga tertarik untuk mengembangkan kendaraan listrik bersama Mitsubishi Motors. Kemitraan dengan Foxconn bisa memberikan akses teknologi dan pasar yang lebih luas bagi Nissan.
Dominasi pasar kendaraan listrik oleh produsen Tiongkok juga menjadi tantangan besar bagi Nissan. Investasi besar di Tiongkok, seperti yang telah dilakukan Nissan, mungkin masih belum cukup untuk menghadapi persaingan yang sangat ketat di pasar tersebut. Nissan perlu melakukan inovasi dan strategi pemasaran yang lebih agresif.
Masa depan Nissan masih diliputi ketidakpastian. Kemampuan Nissan untuk beradaptasi dengan perubahan pasar dan tekanan global akan menentukan keberlangsungan perusahaan ini.
Analisa Lebih Dalam
Kondisi Nissan mencerminkan tantangan yang dihadapi industri otomotif global. Pergeseran ke kendaraan listrik, persaingan yang semakin ketat, dan kebijakan proteksionisme di beberapa negara memaksa perusahaan otomotif untuk beradaptasi dan berinovasi secara cepat.
Kemampuan Nissan dalam merespon tantangan ini, termasuk kemampuannya dalam mengelola biaya, berinovasi dalam teknologi, dan bermitra dengan perusahaan lain, akan menentukan apakah perusahaan ini dapat pulih dari krisis yang sedang dihadapi. Kegagalan untuk melakukannya akan berdampak serius, tidak hanya pada Nissan sendiri, tetapi juga pada perekonomian Jepang.
Perlu diingat, angka-angka kerugian dan rencana PHK yang disebutkan di atas masih merupakan prediksi dan kabar yang belum dikonfirmasi secara resmi oleh Nissan. Namun, situasi tersebut menunjukkan betapa beratnya tantangan yang dihadapi perusahaan ini.
Selain itu, dampak PHK massal terhadap perekonomian lokal dan kesejahteraan para karyawan yang terkena PHK juga patut menjadi perhatian. Pemerintah Jepang dan berbagai pihak terkait perlu mengambil langkah-langkah untuk meminimalisir dampak negatif dari krisis Nissan ini.