Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang telah berlangsung lama akhirnya menunjukkan sedikit titik terang. Setelah dua hari negosiasi alot di London, kedua negara mencapai kesepakatan kerangka kerja baru untuk memperbaiki hubungan dagang mereka yang tegang. Kesepakatan ini memberikan angin segar setelah periode hubungan yang memanas.
Meskipun kesepakatan ini bukan merupakan solusi akhir dari perselisihan, Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan bahwa kesepakatan ini setidaknya memberikan landasan konkret yang dapat dikerjakan, berbeda dengan kesepakatan sebelumnya yang masih bersifat abstrak. Hal ini menandai kemajuan signifikan dalam proses penyelesaian perselisihan.
Isu Utama: Ekspor Mineral Langka
Salah satu poin paling krusial dalam konflik ini adalah ekspor mineral langka dari Tiongkok. Mineral-mineral ini merupakan bahan baku penting untuk berbagai teknologi canggih, termasuk kendaraan listrik, chip komputer, dan pesawat terbang. Pembatasan ekspor mineral langka oleh Tiongkok sebelumnya telah memicu kekhawatiran serius di AS.
Sebagai tanggapan atas pembatasan tersebut, AS juga membatasi ekspor barang-barang penting ke Tiongkok, seperti perangkat lunak desain chip dan peralatan penerbangan. Tindakan balasan ini semakin memperkeruh suasana hubungan bilateral kedua negara.
Kesepakatan terbaru di London diharapkan dapat mengurangi sebagian pembatasan ekspor dari kedua belah pihak. Namun, detail mengenai skala pelonggaran pembatasan tersebut masih belum diumumkan secara resmi.
Kompromi Strategis
Tiongkok berjanji akan melonggarkan larangan ekspor mineral langka sebagai bagian dari kompromi. Hal ini merupakan langkah signifikan yang menunjukkan kesediaan Tiongkok untuk meredakan ketegangan.
Namun, kesepakatan ini masih memerlukan persetujuan dari pemimpin kedua negara. AS masih menunggu persetujuan dari Presiden Trump, sedangkan Tiongkok menunggu persetujuan dari Presiden Xi Jinping. Proses persetujuan ini dapat memakan waktu dan berpotensi menimbulkan hambatan baru.
Akar Masalah yang Belum Terselesaikan
Meskipun kerangka kerja telah disepakati, akar masalah yang mendasari konflik ini belum sepenuhnya terselesaikan. AS masih mempertanyakan model ekonomi Tiongkok yang dianggap terlalu intervensionis dan bergantung pada ekspor.
Di sisi lain, Tiongkok menganggap langkah-langkah AS, seperti pengenaan tarif secara sepihak, sebagai tindakan yang agresif dan tidak adil. Perbedaan pandangan ini menjadi tantangan besar dalam mencapai kesepakatan yang komprehensif.
Josh Lipsky dari Atlantic Council berpendapat bahwa meskipun situasi saat ini kembali ke titik awal, hal ini tetap lebih baik daripada tidak ada kemajuan sama sekali. Pernyataan ini mencerminkan optimisme terbatas terhadap hasil negosiasi.
Tenggat Waktu dan Dampak Ekonomi
Tenggat waktu untuk kesepakatan final adalah tanggal 10 Agustus. Jika tidak ada kemajuan signifikan hingga tanggal tersebut, tarif perdagangan bisa kembali meningkat drastis. AS dapat meningkatkan tarif hingga 145 persen, sedangkan Tiongkok dapat membalas dengan tarif hingga 125 persen.
Investor menanggapi kabar ini dengan hati-hati. Indeks saham Asia mencatat kenaikan tipis, menunjukkan bahwa pasar cenderung sudah mengantisipasi hasil negosiasi yang seimbang. Sentimen pasar masih bergantung pada detail kesepakatan yang akan diumumkan.
Konflik dagang yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak nyata pada ekonomi global. Bank Dunia telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2025 menjadi 2,3 persen, dengan menunjuk tarif tinggi sebagai salah satu faktor penghambat utama. Dampaknya dapat meluas ke berbagai sektor ekonomi dan negara.
Presiden Bank Sentral Eropa, Christine Lagarde, dalam kunjungannya ke Beijing, memperingatkan potensi kerugian ekonomi yang saling menghancurkan jika kedua negara tidak melakukan penyesuaian kebijakan bersama. Peringatan ini menekankan urgensi penyelesaian konflik.
AS mencatat penurunan signifikan dalam impor dari Tiongkok sebesar 34,5 persen pada bulan Mei, penurunan terbesar sejak pandemi COVID-19. Meskipun inflasi di AS belum terpengaruh secara signifikan, kepercayaan bisnis dan konsumen menunjukkan penurunan, dan nilai dolar AS terus melemah. Kondisi ini menunjukkan dampak yang tidak langsung dari konflik tersebut.
Tiongkok masih memegang kendali atas sebagian besar pasar magnet tanah jarang (rare earth magnets), yang sangat dibutuhkan dalam industri teknologi global. Keadaan ini memberi Tiongkok posisi tawar yang kuat dalam negosiasi. Sementara itu, Mahkamah Banding AS mengizinkan tarif yang diterapkan oleh Trump tetap berlaku, sehingga tekanan pada Tiongkok belum berakhir.
Kesimpulan
Kesepakatan kerangka kerja baru antara AS dan Tiongkok merupakan langkah awal yang positif, namun masih banyak tantangan yang harus diatasi. Detail kesepakatan, persetujuan dari pemimpin kedua negara, dan penyelesaian akar masalah yang mendalam akan menentukan keberhasilan upaya untuk menstabilkan hubungan dagang kedua negara superpower ini.
Ketidakpastian yang tersisa akan terus dipantau oleh para investor dan pengamat ekonomi global. Keberhasilan atau kegagalan kesepakatan ini akan berdampak besar terhadap perekonomian global. Oleh karena itu, semua pihak terkait menunggu dengan harap-harap cemas implementasi kesepakatan ini.
Analisis Tambahan
Peran Teknologi dalam Negosiasi
Peran teknologi, khususnya dalam hal ketergantungan pada mineral langka dan teknologi semikonduktor, memainkan peran penting dalam negosiasi ini. Kedua negara memiliki kepentingan yang besar dalam penguasaan teknologi tersebut, sehingga menjadikannya sebagai alat tawar-menawar yang kuat.
Dampak Geopolitik
Perang dagang ini juga memiliki implikasi geopolitik yang luas. Ketegangan antara AS dan Tiongkok tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga memengaruhi hubungan internasional dan keseimbangan kekuatan global. Perubahan peta politik ekonomi dunia akan sangat bergantung pada hasil akhir dari negosiasi ini.
Opini Pakar
Banyak pakar ekonomi dan politik internasional yang memberikan pandangannya tentang kesepakatan ini. Sebagian optimistis, namun banyak pula yang bersikap skeptis dan melihat banyak potensi kendala yang dapat menggagalkan implementasi kesepakatan ini.
Skenario Masa Depan
Penulis: Modesta Fiska