Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) melayangkan desakan tegas kepada pemerintah. Mereka meminta agar agen perjalanan daring (OTA) asing ilegal segera diblokir. Hal ini dikarenakan aktivitas OTA asing yang beroperasi tanpa izin dan badan usaha tetap di Indonesia dinilai merugikan industri pariwisata domestik.
Kerugian tersebut bukan hanya sebatas masalah legalitas, namun menyangkut kedaulatan ekonomi negara. Kehilangan potensi pajak, berkurangnya lapangan kerja bagi masyarakat lokal, dan persaingan usaha yang tidak sehat menjadi dampak yang dikeluhkan PHRI.
OTA Asing Ilegal: Ancaman bagi Pariwisata Indonesia
PHRI berpendapat bahwa keberadaan OTA asing yang beroperasi tanpa Surat Izin Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUPMSE) melanggar Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Undang-undang tersebut mewajibkan perusahaan asing yang beroperasi lebih dari 183 hari di Indonesia untuk mendirikan badan usaha tetap.
Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, menekankan perlunya tindakan tegas dari pemerintah. Ia menyatakan bahwa pemblokiran terhadap OTA asing ilegal menjadi solusi yang tepat jika regulasi terus diabaikan.
Lemahnya pengawasan terhadap penjualan akomodasi ilegal di platform digital dan media sosial dinilai menjadi celah bagi aktivitas OTA asing ini. Hal ini menyebabkan mereka dapat beroperasi dengan leluasa tanpa mempedulikan regulasi yang berlaku.
Regulasi yang Perlu Diperbaiki dan Pengawasan yang Lebih Ketat
Yusran menyarankan agar Kementerian Pariwisata tidak hanya berfokus pada promosi dan investasi. Penguatan fondasi hukum dan pengawasan penyelenggaraan usaha pariwisata juga sangat penting untuk diperhatikan.
Ia menambahkan bahwa jika situasi ini terus dibiarkan, masyarakat Indonesia yang akan menanggung kerugian. Kurangnya lapangan kerja dan keuntungan yang dinikmati perusahaan asing tanpa kontribusi yang signifikan menjadi kekhawatiran utama.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik juga dinilai perlu direvisi. Revisi tersebut perlu mencakup aturan pelayanan jasa secara digital yang lebih komprehensif.
Tanggapan Pemerintah dan Langkah ke Depan
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Moga Simatupang, menyatakan bahwa pemerintah telah mewajibkan semua pelaku usaha digital mengurus izin Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Hal ini bertujuan agar kegiatan mereka terdaftar dan dapat diawasi.
Sistem Online Single Submission (OSS) juga telah dipermudah untuk memperoleh perizinan usaha. Namun, efektivitas pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran masih menjadi tantangan yang perlu diatasi.
Ke depan, kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, PHRI, dan stakeholders lainnya sangat dibutuhkan. Hal ini penting untuk memastikan terwujudnya lingkungan bisnis yang sehat dan berkeadilan bagi semua pihak di industri pariwisata Indonesia.
Pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah kerugian lebih lanjut bagi industri pariwisata dalam negeri. Dengan begitu, kedaulatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dapat terjaga.