Provinsi Aceh kembali menyuarakan keberatannya terhadap keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait penetapan status empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara (Sumut).
Aceh berpendapat Kemendagri mengabaikan kesepakatan tahun 1992 antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut yang disaksikan Mendagri saat itu.
Sengketa Empat Pulau dan Kesepakatan 1992
Perselisihan ini berpusat pada empat pulau: Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.
Keempat pulau tersebut terletak di dekat blok migas lepas pantai, meningkatkan signifikansi sengketa ini.
Aceh menganggap kesepakatan 1992 sebagai landasan hukum yang sah, mengingat belum adanya penetapan batas laut resmi antara kedua provinsi.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir, menegaskan pentingnya kesepakatan 1992 sebagai acuan utama dalam penyelesaian sengketa ini.
Syakir menekankan bahwa hingga kini belum ada kesepakatan baru yang mengubah garis batas laut yang telah disepakati pada tahun 1992.
Kritik Aceh terhadap Kemendagri
Aceh menilai Kemendagri terburu-buru menetapkan status pulau-pulau tersebut tanpa menyelesaikan sengketa yang ada.
Pemerintah Aceh menuding Kemendagri mengabaikan Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 yang mewajibkan dokumen kesepakatan batas daerah sebagai pertimbangan utama.
Aceh juga memprotes pembakuan nama pulau yang dilakukan sepihak oleh Sumut pada 2008.
Provinsi Aceh telah mengajukan revisi koordinat pulau ke Kemendagri pada 2018, sehingga Berita Acara Rapat 30 November 2017 dianggap tidak relevan.
Syakir menggunakan analogi “pagar rumah” untuk menjelaskan ketidaksetujuan Aceh atas keputusan Kemendagri.
Implikasi Ekonomi dan Potensi Migas
Lokasi strategis keempat pulau tersebut dekat dengan Wilayah Kerja (WK) Offshore West Aceh (OSWA) menambah kompleksitas masalah.
Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), Nasri Jalal, mengkonfirmasi kedekatan pulau-pulau tersebut dengan WK OSWA.
Meskipun demikian, Nasri menegaskan bahwa pulau-pulau itu sendiri belum termasuk dalam WK OSWA dan potensi migasnya belum dievaluasi secara komprehensif.
BPMA mendorong survei awal dan akuisisi data seismik untuk mengidentifikasi potensi energi di wilayah tersebut.
Pemenang lelang WK Migas Konvensional Tahap I 2022, Conrad Asia Energy Ltd, telah memenangkan blok Offshore North West Aceh (Meulaboh) dan Offshore South West Aceh (Singkil).
Potensi migas di sekitar pulau-pulau tersebut memperlihatkan bahwa sengketa ini bukan hanya masalah administrasi, tetapi juga menyangkut kepentingan ekonomi strategis.
Aceh berharap Kemendagri mempertimbangkan kembali keputusannya dan mengembalikan status quo berdasarkan kesepakatan 1992 sebelum mengambil keputusan final.
Kejelasan status keempat pulau ini sangat penting, tidak hanya untuk Aceh dan Sumut, tetapi juga untuk pengelolaan sumber daya alam di wilayah tersebut.