Amerika Serikat melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap fasilitas nuklir Iran. Operasi yang diberi kode “Operasi Midnight Hammer” ini menghancurkan sebagian program nuklir Iran tanpa terdeteksi. Pentagon menyebutnya serangan presisi yang melumpuhkan ancaman eksistensial bagi Israel. Iran membantah kerusakan signifikan dan mengancam akan membalas. Keberhasilan operasi ini bergantung pada strategi penipuan dan pengalihan perhatian yang rumit. Rencana ini telah dirancang bertahun-tahun dan melibatkan berbagai elemen kejutan.
Siasat Penipuan Tingkat Tinggi: Mengelabui Dunia
Presiden Trump mengumumkan potensi serangan terhadap Iran dua minggu sebelumnya. Pengumuman ini menjadi bagian dari strategi pengalihan perhatian untuk menutupi rencana serangan sesungguhnya. Sejumlah pesawat pengebom B-2 terbang ke arah barat sebagai umpan. Gerakan ini menarik perhatian para pengamat dan media, mengalihkan perhatian dari skuadron B-2 lain yang menuju Iran. Tujuh pesawat B-2 lainnya terbang diam-diam ke timur. Mereka menjaga komunikasi seminimal mungkin untuk menghindari deteksi. Hanya segelintir pejabat tinggi yang mengetahui detail operasi ini.
Serangan Multi-Arah yang Mematikan: Koordinasi Serangan
Sebelum serangan udara, kapal selam AS meluncurkan lebih dari dua lusin rudal Tomahawk. Serangan ini menargetkan lokasi-lokasi kunci, termasuk fasilitas di Isfahan, untuk melumpuhkan pertahanan Iran. Pesawat B-2 menjatuhkan bom GBU-57, atau Massive Ordnance Penetrator (MOP), di fasilitas Fordo. Ini adalah kali pertama bom “penghancur bunker” seberat 30.000 pon ini digunakan dalam pertempuran. Bom juga dijatuhkan di Natanz dan Isfahan. Serangan berlangsung sekitar setengah jam. Tidak ada tanda-tanda kontaminasi radioaktif yang dilaporkan.
Data dan Fakta di Balik Misi Bersejarah: Skala Operasi
“Operasi Midnight Hammer” melibatkan 75 senjata berpemandu presisi. Ini termasuk 14 bom GBU-57 dan lebih dari dua lusin rudal Tomahawk. Operasi ini melibatkan 125 pesawat. Pesawat-pesawat ini mencakup pesawat pengebom B-2, jet tempur, dan pesawat pengisian bahan bakar. Seorang pilot wanita turut serta dalam misi ini. Hal ini menunjukkan keberagaman dan kemampuan militer AS. Misi ini merupakan serangan operasional B-2 terbesar dalam sejarah AS. Pesawat B-2 terbang selama 18 jam, termasuk pengisian bahan bakar udara. Mereka tiba di Mediterania Timur tanpa terdeteksi. Pesawat B-2 dikawal oleh jet tempur dan pesawat pengintai. Rute penerbangan melewati Lebanon, Suriah, dan Irak. Mereka kembali tanpa diketahui dunia. Serangan ini menunjukkan kapabilitas militer AS. Namun, ancaman pembalasan dari Iran meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi konflik. Keberhasilan operasi ini menjadi bukti kemampuan AS dalam melakukan serangan presisi dan tersembunyi, namun juga membuka babak baru dalam ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Kemampuan AS dalam menjalankan misi rahasia ini menjadi sorotan, sekaligus menyoroti potensi risiko eskalasi konflik yang berbahaya.