Pengamat politik Rocky Gerung kembali menjadi sorotan publik. Pernyataannya dalam diskusi bersama Akbar Faizal, yang diunggah di YouTube, menjelaskan mengapa kritiknya terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih tajam dibanding kritiknya terhadap Prabowo Subianto. Penjelasan ini memicu beragam reaksi dan diskusi di kalangan masyarakat. Artikel ini akan mengulas secara mendalam pandangan Rocky Gerung terkait hal tersebut.
Rocky Gerung membantah tudingan bahwa ia berpihak pada Prabowo. Ia menekankan bahwa perbedaan intensitas kritiknya semata-mata didasari pada substansi dan temuan yang ada.
Kritik Tajam terhadap Jokowi: Landasan dan Alasannya
Menurut Rocky, kritiknya yang keras terhadap Jokowi dilandasi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang ia anggap merugikan rakyat.
Salah satu contoh yang ia soroti adalah proyek-proyek infrastruktur yang dinilai lebih mengedepankan citra daripada memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat.
Ia mempertanyakan proyek-proyek tersebut yang menurutnya hanya berorientasi pada pencitraan semata. Hal ini yang menurutnya menjadi fokus kritik yang disampaikan.
Kritik Terhadap Prabowo: Adakah Substansi yang Cukup?
Rocky menegaskan kesiapannya mengkritik Prabowo jika terdapat bukti kuat atas pelanggaran atau kebijakan yang merugikan rakyat.
Ia mencontohkan beberapa hal yang akan menjadi dasar kritiknya terhadap Prabowo, misalnya jika terbukti adanya ijazah palsu, penyelewengan dana 11 triliun, peran Prabowo dalam desain awal IKN, atau keterlibatannya dalam program SMK tertentu. Namun, hingga saat ini, menurut Rocky, belum ada bukti yang cukup kuat untuk hal tersebut.
Rocky menjelaskan bahwa ia tidak akan ragu mengkritik siapapun, termasuk Prabowo, jika ada bukti pelanggaran yang jelas. Keadilan dalam menyampaikan kritik merupakan prinsip yang dipegangnya.
Persepsi Publik dan Kejujuran Intelektual
Rocky Gerung mempertanyakan logika publik yang menuntut kesetaraan dalam mengkritik Jokowi dan Prabowo tanpa mempertimbangkan substansi kebijakan masing-masing.
Ia menekankan pentingnya kejujuran intelektual dan relevansi kritik terhadap kepentingan publik. Kritik, baginya, harus didasarkan pada fakta dan bukti yang valid.
Rocky menyinggung janji pertumbuhan ekonomi 8 persen yang pernah digaungkan kubu Prabowo. Ia menjelaskan bahwa Prabowo sendiri telah menyatakan angka tersebut bukanlah target mutlak. Hal ini, menurut Rocky, menunjukkan perbedaan substansi dalam kebijakan yang perlu diperhatikan.
Rocky menyimpulkan bahwa perbedaan intensitas kritiknya bukanlah indikasi keberpihakan, melainkan cerminan dari adanya atau tidak adanya alasan substansial untuk mengkritik. Ia menolak dianggap tidak adil karena belum mengkritik Prabowo sekeras mengkritik Jokowi.
Pernyataan Rocky Gerung ini memancing perdebatan publik mengenai bagaimana seharusnya kritik disampaikan dan bagaimana menilai objektivitas seorang pengamat politik. Perlu pemahaman yang mendalam terhadap konteks dan substansi kebijakan untuk menilai validitas kritik yang disampaikan.