Presiden Donald Trump kembali menerapkan larangan perjalanan (travel ban) yang kontroversial pada Senin dini hari, 9 Juni 2025. Kebijakan ini melarang warga dari 13 negara memasuki Amerika Serikat.
Larangan Perjalanan: Negara-Negara yang Terkena Dampak
Larangan total diberlakukan untuk Afghanistan, Myanmar, Chad, Kongo-Brazzaville, Guinea Ekuatorial, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Pembatasan parsial juga diterapkan pada Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela.
Pengecualian diberikan untuk visa kerja tertentu, atlet peserta Piala Dunia 2026 dan Olimpiade Los Angeles 2028, serta diplomat aktif. Aturan ini menimbulkan kekhawatiran besar bagi ribuan calon imigran dan pengungsi.
Alasan di Balik Kebijakan dan Reaksi Internasional
Trump beralasan kebijakan ini diperlukan untuk meningkatkan keamanan nasional. Ia menyebut lemahnya administrasi di beberapa negara dalam hal paspor, visa, dan pengecekan latar belakang sebagai alasan utama.
Iran disebut sebagai negara sponsor terorisme. Negara-negara seperti Afghanistan, Somalia, dan Yaman dinilai tidak memiliki otoritas pusat yang kredibel. Tingkat pelanggaran visa yang tinggi menjadi alasan pembatasan di negara-negara seperti Laos dan Sierra Leone.
PBB mengecam kebijakan ini sebagai tindakan diskriminatif dan melanggar hukum internasional. Anggota Kongres Demokrat juga mengecam kebijakan tersebut sebagai tindakan xenofobia dan kejam.
Dampak bagi Pengungsi dan Analisis Politik
Mehria, seorang wanita asal Afghanistan yang telah menunggu selama dua tahun untuk mendapat suaka, menggambarkan keputusasaan yang dirasakan banyak pengungsi. Mimpi mereka untuk hidup di Amerika Serikat kini sirna.
Banyak analis menilai kebijakan ini sarat dengan kepentingan politik jelang pemilihan presiden AS 2026. Trump diduga memanfaatkan isu keamanan untuk meraih dukungan dari kelompok konservatif dan anti-imigrasi.
Serangan terhadap kelompok Yahudi di Colorado yang dilakukan oleh seorang warga Mesir yang melanggar visa, menjadi pemicu kebijakan ini. Meski Mesir tidak termasuk dalam daftar larangan, peristiwa tersebut digunakan untuk menunjukkan kelemahan sistem penyaringan visa.
Organisasi HAM berencana menggugat kebijakan ini. Mereka menilai larangan ini melanggar prinsip non-diskriminasi dan membahayakan pengungsi. Implementasi kebijakan ini di negara-negara dengan sistem administratif lemah juga dipertanyakan.
Kebijakan ini menimbulkan ketidakpastian bagi ribuan orang. Masa depan mereka kini bergantung pada dinamika politik dan hukum Amerika Serikat. Larangan perjalanan Trump, terlepas dari klaim keamanan nasional, mencerminkan pendekatan politik yang keras terhadap imigrasi dan berpotensi memperburuk hubungan internasional.
